PERS BERPERAN KAWAL DEMOKRASI DI INDONESIA
08-06-2009 /
LAIN-LAIN
Pers adalah pilar demokrasi yang penting. Tanpa pers, masyarakat akan sulit mendapatkan keputusan yang diambil DPR. Hal itu diungkap Tim Kajian Peningkatan Kinerja Dewan Darus Siska dalam acara Press Gathering Koordiantoriat Wartawan DPR RI di Lembang, Bandung (6/6).
Oleh karena itu kerjasama dewan dengan press harus berimbang dan bersifat simbiosis mutualistis, saling memberikan dukungan satu sama lain.
“Karena tanpa pers kehadiran DPR sebetulnya tidak terlalu banyak memberikan makna, tidak terlalu banyak memberi manfaat dari masyarakat kita,†kata Darul Siska.
Ia mengusulkan kalau bisa press gatheringnya jangan di dalam negeri saja, sekali-kali di luar negeri, kata Darul Siska seraya menambahkan dan bagaimana caranya kalau anggota DPR ke luar negeri wartawan itu bisa ikut. Kenapa saya anggap ini penting, tuturnya. Agar wartawan yang berada di DPR juga bisa membandingkan parlemen di luar negeri dengan parlemen di tanah air kita. Jangan dianggap atau jangan dinilai DPR kita dengan persepsi masyarakat kita saja, tapi bisa dibandingkan dengan kegiatan parlemen di luar negeri, jelasnya.
“Mudah-mudahan pada tahun yang akan datang ada anggaran yang disediakan dan anggota DPR yang baru bisa ditingkatkan kegiatan-kegiatan bersama semacam ini,†tutur Darul Siska.
Indikator Kinerja DPR
Terkait dengan masalah indikator apa yang kita gunakan untuk mengukur kinerja DPR ini dibuat berdasarkan tim kajian peningkatan kinerja yang bekerja satu tahun lebih, kata Darul Siska seraya menambahkan kalau mau lebih lengkapnya lagi silakan baca di Buku Reformasi DPR.
Ia melaporkan, kenapa sih kinerja DPR itu melemah seperti di bidang legislasi. “Karena target penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) itu kita tidak ukur sesuai dengan kapasitas masing-masing komisi atau pansus setiap tahunnya,†tegasnya. Kita tidak pernah menghitung, berapa sih kapasitas komisi membuat UU dalam satu tahun, berapa kapasitas pansus, bagaimana beban UU yang sedang kita bahas. Kita tidak pernah ukur. Pokoknya semangatnya setahun sekian ditetapkan sehingga pencapaiannya rendah, jelasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, waktu menyusun itu komisi-komisi tidak dilibatkan oleh Badan Legislasi (Baleg). Umpamanya Komisi IV, Komisi V berapa yang dia targetkan tahun itu, tidak pernah ditanya dan Baleg menetapkan saja sekian.
Kenapa DPR tidak bisa membuat RUU yang full Insiatif DPR, tanya Darul. “Karena kita belum punya ahli yang cukup, kita belum punya referensi yang memadai, dan kita tidak punya data yang akurat untuk menyusun UU,†terangnya.
“Jadi kalau teman-teman pergi ke luar negeri mestinya mencari data-data untuk RUU yang diperlukan,†pintanya.
Menurutnya, yang amat penting adalah belum banyak lapisan masyarakat yang terlibat dalam proses menyusunan UU. Ini karena apa, Darul bertanya. Karena waktunya yang kadang-kadang tidak cukup untuk diumumkan, kata Darul Siska seraya menambahkan mestinya RUU sebelum kita undangkan atau sebelum kita bahas itu diumumkan saja di media cetak. “Ini RUU yang akan kita bahas, ini draftnya, masyarakat kalau mau memasukan usul inisiatif/saran silakan hubungi komisi ini atau pansus ini, itu belum terjadi,†tambah Darul Siska.
Beberapa UU sempat kita umumkan setelah kita bahas melalui Panitia Khusus, Panitia Kerja dan Tim Perumus walaupun responnya tidak terlalu banyak dari masyarakat, terangnya. (Iwan)